Banyak orang tua menginginkan anak mereka menempuh di luar negeri. Namun untuk mewujudkannya, saat ini orang tua perlu usaha lebih akibat pandemi Covid 19 yang membuat hampir seluruh negara menerapkan international travel restriction, bahkan total lockdown. Jerman misalnya. Negara dengan kualitas pendidikan tinggi di dunia ini kembali menerapkan lockdown sejak masa libur Natal 2020 hingga Tahun Baru 2021. Disisi lain Inggris masih membolehkan pelajar internasional datang dengan syarat memenuhi protokol kesehatan ketat yang ada. Selain itu, penerapan kuliah secara online di beberapa negara juga jadi pertimbangan. Hal tersebut karena orang tua menyekolahkan anak mereka ke luar negeri agar bisa mendapatkan pengalaman hidup yang berbeda, mengenal budaya baru, dan memiliki kesempatan magang atau kerja paruh waktu.
Maka dari itu para orang tua perlu mempertimbangkan opsi lain jika ingin tetap menyekolahkan anak mereka ke luar negeri di tengah pandemi Covid 19. Opsi tersebut diantaranya: Penanganan Covid 19 menjadi salah satu indikator terpenting untuk memutuskan negara tujuan belajar, tentunya dengan tetap mempertimbangkan pilihan dan keinginan anak. Terlebih lagi jika anak telah mendapatkan letter of acceptance dari suatu universitas di sebuah negara. Penting untuk mengetahui kebijakan penanganan wabah di negara tersebut. Jika perlu, tanyakan langsung kepada pihak universitas tentang protokol kesehatan yang diterapkan di mereka.
Bagi para orang tua dan calon mahasiswa yang baru akan memilih universitas, ada baiknya mempertimbangkan kampus yang memiliki metode hybrid learning. Metode hybrid learning banyak dilakukan universitas di luar negeri untuk mengurangi kontak fisik para civitas akademik, namun tetap memberikan kesempatan bagi mereka, terutama mahasiswa internasional untuk merasakan perkuliahan secara langsung dengan menerapkan protokol kesehatan. Dapat dipahami jika orang tua menjadi ragu menyekolahkan anak ke luar negeri di tengah situasi pandemi virus Covid 19. Namun jika ingin melanjutkan sekolah di luar negeri, opsi joint international program melalui double degree maupun short program bisa menjadi pilihan.
Program double degree membuka kesempatan bagi mahasiswa yang kuliah di dalam negeri untuk mengenyam pendidikan di universitas mitra yang berada di luar negeri. Mahasiswa akan mendapatkan gelar ganda dari universitas dalam negeri dan universitas luar negeri yang menjalin kemitraan tersebut. Sementara itu, short program menawarkan pembelajaran non gelar di universitas luar negeri melalui kursus, magang, summer and winter program , atau konferensi internasional.
Sesuai namanya, jangka waktu program ini relatif singkat sekitar satu atau dua minggu hingga sebulan, tergantung dari pihak penyelenggara. Mengikuti short program juga bisa menjadi langkah awal untuk memantapkan niat melanjutkan kuliah di luar negeri. Kesempatan itu pun dapat digunakan untuk mencari informasi lebih dalam terkait universitas yang dituju, sekaligus merasakan hidup dengan kultur dan kebiasaan di negara setempat.
Opsi menunda keberangkatan menjadi alternatif yang patut dipertimbangkan jika situasi memang tidak memungkinkan. Terutama jika anak telah menerima letter of acceptance dari universitas di luar negeri, namun negara tersebut belum menerima kunjungan warga negara asing, atau universitas mematuhi peraturan pemerintah setempat untuk menyelenggarakan perkuliahan hanya secara online. Jika seperti itu, orang tua bisa menyarankan anak untuk mengajukan deferment atau penundaan waktu mulai studi di universitas terkait hingga semester atau tahun berikutnya.
Segera cari informasi tersebut di website universitas tujuan atau hubungi langsung konselor akademik kampus terkait apakah opsi deferment tersedia. Setelah mempertimbangkan berbagai opsi dan memantapkan hati untuk tetap mengirim anak sekolah ke luar negeri, perhatikan pula kesiapan finansial Anda sebagai orang tua. Selain menyiapkan biaya sekolah, perlu pula menyiapkan tunjangan akomodasi, transportasi dan biaya hidup yang cukup bagi anak hingga setidaknya enam bulan ke depan.
Perlu diingat bahwa di saat pandemi, kecil kemungkinan bagi anak bekerja paruh waktu. Karena itu, persiapan finansial sebaiknya dilakukan secara matang sehingga tidak terhenti di tengah jalan. Sebagai gambaran, estimasi biaya kuliah di Australia mencapai Rp250 juta Rp336 juta per tahun, belum termasuk biaya akomodasi dan biaya hidup yang mencapai Rp189 juta Rp300 juta setahun. Namun jika terlalu mahal, Jerman bisa menjadi pilihan. Biaya kuliah di Jerman hanya sekitar Rp15 juta Rp280 juta per tahun, belum termasuk akomodasi dan biaya hidup lainnya.
Pertimbangkan juga membeli asuransi lokal di luar karena selain menjadi syarat wajib bagi pelajar asing, hal ini menjadi semakin penting di tengah pandemi Covid 19. Demi menunjang segala kebutuhan finansial di atas, digibank by DBS menghadirkan layanan remittance secara online hanya melalui aplikasi smartphone. Transfer valuta asing (valas) atau remittance adalah layanan pengiriman atau transfer uang dalam mata uang negara asal yang sudah dikonversi ke mata uang asing sesuai negara tujuan.
Transfer uang ke luar negeri dengan bebas biaya administrasi ke lebih dari 20 negara dengan menggunakan 7 mata uang: USD, AUD, SGD, EUR, CAD, HKD, atau GBP. Mengirim uang menggunakan digibank Transfer Valas tak dikenai biaya tambahan, bisa diakses 24 jam 7 hari seminggu, dan menguntungkan karena nilai tukar yang kompetitif serta sesuai FX Rate terkini. Kelebihan lain, uang remittance akan terkirim dan diterima di hari yang sama selama batasan waktu sesuai ketentuan digibank by DBS.
Segera unduh Aplikasi digibank by DBS agar makin mudah dan anak bisa tenang saat belajar di luar negeri.