Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyatakan tuntutan ideal bagi eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi ialah 20 tahun penjara. Meski begitu, tuntutan 12 tahun bui yang telah dijatuhi jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Nurhadi sejauh ini dirasa cukup adil. MAKI pun menghormati proses persidangan Nurhadi termasuk jumlah tuntutan yang telah diberikan JPU KPK.
Boyamin berharap majelis hakim nantinya akan memvonis Nurhadi tak jauh dari tuntutan jaksa penuntut. "Prinsipnya aku menghormati proses persidangan termasuk jumlah tuntutan, kita tunggu hingga vonis nanti," katanya. Mantan Sekretaris MA Nurhadi dituntut 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Sementara, menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono, dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menilai Nurhadi dan Rezky terbukti menerima suap sebesar Rp45,7 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014 2016 Hiendra Soenjoto serta menerima gratifikasi dari sejumlah pihak sejumlah Rp37,287 miliar. "Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menyatakan terdakwa Nurhadi dan Rezky Herbiyono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama," ungkap JPU KPK Lie Putra Setiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (2/3/2021) malam.
Selain itu, Nurhadi dan Rezky juga dituntut untuk membayar uang pengganti dengan total Rp83,013 miliar. Dengan ketentuan, harta benda milik kedua terdakwa akan dilelang untuk menutupi uang pengganti apabila tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau inkrah. "Dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 2 tahun," ujar Jaksa Lie.
Menurut JPU, hal yang meringankan adalah kedua terdakwa belum pernah dihukum. Sementara, hal yang memberatkan yakni, perbuatan Nurhadi dan Rezky tidak mendukung program pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme. Kemudian, perbuatan keduanya disebut merusak citra MA dan pengadilan di bawahnya, serta para terdakwa berbelit belit dan tidak mengakui perbuatannya.
Dalam kasus ini, menurut JPU, suap yang diterima Nurhadi dan Rezky dari Hiendra dalam rangka kepengurusan perkara antara PT MIT dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait sewa menyewa depo container milik PT KBN. Selain itu, Hiendra juga disebut meminta bantuan Nurhadi dalam perkara gugatan perdata yang dilayangkan Azhar Umar melawan Hiendra terkait Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT MIT. Nurhadi dan Rezky kemudian menggunakan uang tersebut untuk membeli lahan sawit di Padang Lawas, ditransfer ke istri Nurhadi, membeli tas Hermes hingga mobil mewah, membayar utang, berlibur ke luar negeri, merenovasi rumah, dan kepentingan lainnya.
Sementara, gratifikasi yang diterima kedua terdakwa disebut dari sejumlah pihak yang berperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali. Keduanya dinilai melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 ke 1 KUHP dan Pasal 12B UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.